Data Forgery dalam Perkawinan Dini Perspektif Fungsionalisme Structural
DOI:
https://doi.org/10.35719/annisa.v14i2.64Perkawinan dini bukan hal tabu dilakukan di Madura. Banyak pasangan menikah diusia muda. Dalam Undang-undang perkawinan No. 16 Tahun 2019 bahwa perkawinan bisa terlaksanan jika mempelai sudah berusia 19 tahun. Namun mereka cenderung menambahkan usia dalam identitas perkawinan tanpa memohon dispensasi nikah. Ini dilakukan untuk menghilangkan rasa maloh atau tade’ ajhinah di masyarakat yang disebabkan Marriage by Accident dan mendapatkan legalisasi hukum. Dari permasalahan tersebut akan dianalisa bagaimana fenomena data forgery dalam pernikahan dini perspektif Fungsionalisme Struktural? Penelitian ini mengguakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus, perolehan data menggunakan metode interview, observasi dan documentasi. Hasil penelitian; 1). Perkawinan dini dilaksanakan oleh pasangan “sebelum usia 19 tahun “. Dengan cara menambahkan usia di identitas perkawinanya sebab Marriage by Accident, karena menjadi beban keluarga yang dapat menimbulkan rasa maloh atau tade’ ajhinah. 2). Fungsionalisme struktural data forgery dalam perkawinan dini; Adaptation; proses habituasi para aktor dengan sistem sosial di masyarakat adalah dengan cara memalsukan usia perkawinan. Goal Attainment; hal ini demi mendapatkan legalisasi hukum perkawinan dan meningkatkan harkat martabat keluarga menjadi lebih baik. Integration; tidak selarasnya fungsi sistem sosial dan struktur lembaga di KUA. Latency; Masyarakat harus memelihara pola-pola tradisi sebaik mungkin, seperti penghormatan dan kepatuhan terhadap harga diri keluarga maupun orang lain
Early marriage has accustomed in Madura. In act 16 in 2019 explained that marriage can be implemented if both of bride have 19 years old. Whereas, they add the age in their marriage certificate without asking marriage dispensation to religious court. This carried out to diminish malo and tade’ ajhinah in social environment caused of Marriage by Accident and get legal marriage. From the problem above will describe how is the Early marriage happened in Madura in Structural Functionalism perspective?. This research using qualitative approache and case study. The data collected by using interview, observation, documentation. The result; 1). The early marriage performed by young couple “under 19 years old “by adding the age in marriage certificate because of pregnant, it becomes moral burden which cause shamed and tade’ ajhinah. 2). structural functionalism of Early marriage, Adaptation; adaptation process of the actor to the social system i.e. married by adding the age. Goal-Attainment; This marriage aims to get registered marriage and to improve the family dignity. Integration; disintegration between social system and organizational structure. Latency; Madurese must maintain and sustain well-regarded cultural patterns such as their obedience and the reverence both of their own dignity and others
References
Al-Bukhari. Abdullah Muhammad bin Ismail. Shahih al Bukhari. Juz V, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah, 1992.
Al-Hadhramy, Salim bin Samir. Safinah an Najah. Semarang : Dar Al-Abidin, tt.
Bawono. Yudho dan Suryanto. “Does Early Marriage Make Women Happy? a Phenomenological Finding from Madurese Women”. Journal of Educational, Health and Community Psychology Vol 8, No 1, (2019).
Bawono, Yudho. “Low Education and Erly Marriage in Madura: Literature Review”. The Journal Of Educational Development, 7 (3) (2019).
Haper, Donald W. Structure Functionalism Grand Theory or Methodology. London: Article School Of Management, Leicester University, 2011.
Nurdin, Ismail dan Sri Hartati. Metode Penelitian Sosial. Surabaya: Media Sahabat Cendekia, 2019.
Jamilah dan Roudlotun. “Fenomena Pernikahan Anak Di Suemnep Madura”. Jurnal Harkat: Media Dan Komunikasi Gender 15 (1) (2019)
Mila. Ainur Rofika dan Iswari Hariastuti. “Faktor Sosial Budaya yang Mempengaruhi Terjadinya Pernikahan pada Usia Anak di Kabupaten Sumenep”. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education Vol. 8 No. 1 (2020).
Parsons. Talcott. The Social system. Edisi Ke-II New York : The Free Press, 1951.
Parsons. Talcott. The Structure Of Social Action. Edisi Ke-II. New York : The Free Press, 1949.
Puspita. Herien. Konsep Dan Teori Keluarga. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia, 2013.
Quran Surat An-Nuur ayat 32
Rusli. “The Role of Family in Preventing Social Conflict in Society from Islamic Perspectives”. Jurnal Hunafa: Studia Islamika, Volume 17, Number 1, (2020).
Sepri Ayu. “Analisis Pernikahan Dini, Nikah Sirri, Poligami, dan TKW di Madura”. http://ayuflow.blogspot.co.id/2015/12/analisis-pernikahan-dini-nikah-sirri.html di akses pada tanggal 02 Februari 2017, Pukul 12:05
Shihab. M. Quraish. Tafsir al Misbah. Vol. IX. Jakarta: Lentera Hati, 2015.
St. Sariroh. ‘Perkawinan Dini Perspektif Fungsionalisme Struktural Talcoot Parsons: studi kasus di Desa Poreh Kecamatan Lenteng kabupaen Sumenep’. Thesis. UIN-Malang: 2017.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D. Bandung: Alfa Beta, 2013.
Taufiqurrahman. “Identitas Budaya Madura”, Pamekasan, Jurnal Karsa Vol XI No. 1, 2007.
Undang-Undang R.I Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Citra Umbara, 2012
Wiyata. A. Latief. Mencari Madura. Jakarta : Bidik-Phronesis Pu Publishing, 2013.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2021 St. Sariroh
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.